Selasa, 15 Januari 2013

Realita Imitasi Sang Idola

Setiap manusia di muka bumi ini sadar nggak sadar pasti punya atau pernah menyukai seorang idola yang menjadi influens parah untuk mereka, entah itu cara berpakaian, karakter, cara berbicara, genre lagu dan lain sebagainya. Misalnya jika orang itu suka Bang Haji Rhoma Irama, pasti dia akan mencengkokan nada bicaranya seolah Bang Oma yang sedang kebelet eek, eh, maksudnya sedang berceramah, Terlaluu~. Contoh lain, jika orang itu mengidolakan tokoh Superman, pasti dia akan menggunakan kolor di luar celana (udah ya jangan minta gua kasih contoh lagi). Seperti itulah kira-kira yang terjadi. Kalian pernah mengalaminya kan? Pasti pernah, ya kan? Pernah sih, pernah ya (kok gua jadi maksaa?).
Waktu SMA gua juga pernah kok punya influence dari seorang idola yang berpengaruh banget sama penampilan gua saat itu. Dia adalah Ringgo Agus Rahman. Kenapa? kaget? Memang agak aneh ya seorang cowok mengidolakan cowok (agak geli gimana gitu) yang tampangnya aja kurang ganteng, tapi karena kekuranggantengannya itu yang ngebuat gua suka dan berniat untuk follow stylenya, karena gua juga kurang ganteng saat itu! (emang sekarang lo ganteng bud? ganteng doong.. kalo dibandingin sama Narji). Dandanan dia itu unik dan unyu. Rambutnya acak-acakan dan terlihat cuek, tapi tetep keren. Makanya waktu itu rambut gua diacak-acakin biar keliatan kayak Ringgo, terus muka di ongo-ongoin biar tambah mirip. Eh gua malah dikatain kayak tarzan betawi sama orang-orang (Tarzan betawi kan pemerannya..?). Akhirnya gua berhenti jadi followernya Ringgo.
Seperti gua bilang, ini bukan cuma masalah style, kalo kita ngeband idola juga berpengaruh besar buat warna musik kita, karena secara nggak langsung apa yang kita denger pasti jadi refrensi buat aransemen lagu yang bakal kita ciptain. Kalo kita suka Coldplay pasti aliran musik kita nggak jauh dari Pop British, kalo suka Dream Theater pasti alirannya Rock Progressive. Tapi karena pasar musik indonesia menuntut karya yang easy listening, kita nggak bisa sepenuhnya maen kayak musik bule idola kita. Alhasil Coldplay pun menjadi Nidji dan Dream Theater pun menjadi WALI *LOL (Buat fansnya DT it was joking, dude hehe..).
Semua wajar terjadi, apalagi bila kita masih mencari jati diri. Asalkan kalo berdasar pengalaman gua sih, apa yang bakal kita tiru itu harus pantas/sesuai dengan porsi kita jadi nggak terlihat memaksakan (seperti yang udah gua bahas di Antara Emo dan 4Lay). Jangan sampai kita mau terlihat seperti tokoh Takiya Genji di film Crows Zero, tapi malah jadinya kayak Sule OVJ, waswaslah, waswaslah! :)

*****

Sabtu, 12 Januari 2013

Slankers.. the indonesian rock and roll holligans part 3

Dari kejauhan, muncul sesosok Lingga yang berjalan pelan, persis scene-nya Pamella Anderson di film Baywatch yang lagi lari dengan gerakan slowmotionnya, cuma bedanya Lingga gak pake BH dan G-String doang, tapi lebih paraah! Dengan pedenya dia dateng dengan pakaian yang seronok! Kaos oblong yang dipotong habis lengannya (persis pakaian kuli) dan celananya itu loh, levis yang sebelah kanan panjang, tapi sebelahnya kirinya dipotong sampe sepaha! Kami semua yang melihat pemandangan itu syok plus malu, apakah kami harus ngeband dengan orang ini??!
"Gimana penampilan gua boy?" Tanyanya kepada kami yang membuat kami semakin malu karena beraninya ia menyapa kami.
"Wih kak, apa-apaan dandanan lo ini?" Tanggap Nebid polos yang membuat kami sedikit drop (takut si Lingga ngamuk terus ngeuarin golok jawaranya)
"Rock n Roll emang begini boy" Jawabnya santai.
Rock n Roll pale lu, ini sih bukan Rock n Roll tapi dandanan banci abis diperkosa!
Dengan setengah menahan malu, kami pun cuek dan melanjutkan hidup, festival masih terus berlanjut dan yang kami butuhkan hanyalah fokus untuk di panggung nanti.
Nomor demi nomor telah terpanggil, hingga akhinya nomor urut kami yang dipanggil oleh pembawa acara. Jantung berdetak semakin kencang, namun kami harus segera tampil dan memberikan yang terbaik.
"Dewan juri yang terhormat, inilah SUUCROOOCK!" (terinspirasi dari sukro).
"Asalamualaikum!" Sambut Lingga pede, penonton pun bersorak. Ternyata Lingga membawa fans clubnya yang tak lain teman-teman sekampungnya. Pasti anda sudah bisa mengimajinasikan sendiri kan bagaimana fans Lingga? Oke lanjut ceritanyaaa!
Kami memulai pertunjukkan kami. JREEEENG!! DEG TAK DEG TAK!
Kami tampil habis-habisan di panggung. Setelah lagu bisa baca tulis dimainkan dengan sukses, kami lanjut ke lagu kedua.
"Oke buat para Slankers, semua boleh goyang bersama kami!" Seru Lingga yang diikuti sorakan fansclubnya yang mayoritas menyukai lagu Slank (Slankers sejati bro).
"Kita akan bawain lagu Slank yang legendaris, MEMAANG!!"
Para Slankers pun nampak semakin antusias mendengar lagu yang akan kami bawakan. Musik pun dimainkan. Memang, celanaku memang bolong! jangan menuduh, yang penting bukannya nyolong!
Sekarang gua sadar kalo penampilan Lingga mensingkronisasikan lirik lagu tersebut. Para Slankers semakin menjadi, mereka berjingkrak-jingkrak layaknya Slank beneran yang menghibur mereka. Salah satu dari mereka bahkan berani menaiki panggung sambil meminum alkohol, dan yang mengejutkan ia mengguyur Lingga dengan minuman tersebut! Suasana menjadi kacau, Lingga kebasahan, dewan juri keheranan, dan para soundman cemas karena sound dan mic menjadi basah akibat minuman tersebut!
Tapi Lingga malah tertawa dan merangkul temannya itu. Semua penonton pun bersorak. Lingga meneruskan menyanyi, dan Slankers kembali berjingkrak. Semakin banyak Slankers yang menaiki panggung dan kami hanya bisa tertawa, it realy fun and awesome! Suasana tegang dari kompetisipun berubah jadi seru dan menghibur.
Mungkin inilah yang namanya persaudaraan Slankers, hanya dengan lagu dari Slank bisa menyatukan kebersamaan dan mencairkan suasana. Saat itu kami pun tersadar, walaupun kami di dis karena membawa masa yang rusuh, tapi bermusik bukanlah hanya sekedar menunjukkan skill yang hebat, tapi juga menghibur dan memberikan yang terbaik untuk penonton. Slankers telah mengubah pemahaman kami, dan gua gak akan bisa lupa kalo mereka pernah mampir di hidup gua dan memberikan pengaruh besar dalam bermusik.